PILIHAN UTAMA

Saturday, August 25, 2007

fabel:TENTANG KATAK DITEPI KOLAM YANG HAMPIR KERING

buat anak-anak himm.....
Pertengahan tahun, saat musim kemarau mulai tiba. kondisi yang menuntut untuk benar-benar terjadi perubahan. karena sebenarnya keadaan di sekitar kita telah mulai menampakan perubahan; kolam memang masih penuh air waktu itu. namun sekarang jelas berbeda dengan keadaan kolam tiga bulan lalu. belum lagi munculnya rivalitas sesama penghuni kolam untuk bisa bersaing dan bertahan serta menikmati segarnya air kolam atau kondisi yang lebih keras yaitu dengan keadaan di luar kolam.


Hampir semua masyarakat kolam ini mulai berbicara tentang perubahan, perubahan menurut esensi dan kepentingan masing-masing malahan. bukannya perubahan yang menyangkut keseluruhan hidup masyarakat kolam ini, bagaimana seluruh lapisan masyarakat bisa bertahan hidup dengan lestari di musim kemarau yang tentu saja pasti menyebabkan dasar kolam nampak seperti tanah lapang. atau mulai menyikapi bagaimana semestinya mempertahankan air kolam ini agar tidak cepat menguap di saat kemarau tiba, sehingga menjelang musim penghujan air masih bertahan di kolam. sayangnya sampai kondisi air kolam ini hanya tinggal untuk sebulan kedepanpun belum ada yang berpikir bagaimana seharusnya, apa perlu dasar kolam di lapisi beton untuk mengurangi resapan air, atau mungkin mengaliri kolam dengan air melalui pipa, atau lebih gila lagi dengan mengusulkan agar kolam ini di tutup semacam fiber untuk mengurangi penguapan.

Belum ada ide-ide senakal itu, yang ada hanya berebut dan membentuk eksklusivisme yang sempit. Tidak menyalahkan masyarakat kolam ini, bila semuanya terkesan pasrah pada kondisi yang ada atau cenderung berpikir semua pasti berubah tergantung siklus yang berputar. lebih ekstrim, malah bersifat apatis terhadap semua isu tentang perubahan atau sebagian malah berpikir mulai terpinggirkan arus perubahan.

Intinya semua harus ambil bagian dalam alih strategi atau alih posisi sekalipun, harus ada yang rela menjadi "agen of change". Paling tidak harus ada panutan yang akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Dan panutan itu tiada lain adalah diri kita masing-masing. Kolam yang telah tersekat-sekat, nyamuk-nyamuk petualang hanya berdengung di balik rerimbunan pohon, tidak pernah berani benar-benar menggigit, masyarakat kepiting hanya menyeringai dengan capitnya yang mungkin sudah tidak tajam lagi atau masyarakat belalang yang hanya berani mengintip dari balik rumput, juga masyarakat ikan sepat yang hanya berlenggak lenggok memuja keindahan tubuhnya. meskipun sebenarnya semua sadar telah kehilangan, ketika di kolam ini sudah tidak bisa lagi untuk sekedar bercengkerama dan bertukar pikiran dengan mujair atau lele, mereka semua telah tergusur oleh sebuah perubahan yang di sengaja dan di gantikan ikan-ikan kecil yang tak pernah besar="gathul".

Harus ada yang berani merubahnya kembali, menjaga air kolam agar tetap jernih dan tidak cepat mengering, atau mulai menabur benih lele atau nila merah atau bahkan koi agar kewibawaan kolam ini kembali di perhitungkan komunitas kolam lain. karena sebetulnya di sini bukanlah sebuah kolam pancing yang sengaja di tabur ikan yang sudah gemuk dan kenyang sehingga para pemancing harus merogoh sedemikian banyak koceknya untuk membayar waktu yang telah di habiskan duduk di tepi kolam dan pulang tanpa membawa apa-apa. Dikolam ini semua belajar berenang, belajar bernyanyi, belajar menulis dan belajar menari, belajar melihat dan belajar berbicara sesuai keadaan yang di lihatnya. Tragisnya, kolam kita sudah hampir kering dan tidak segar lagi, model kolam kita juga butuh pembaharuan(bukan berarti para penghuni kolam sekarang mulai sok-sokan dan "kemenyek"), perlu sarana dan prasarana yang memadai atau sangat di perlukan para pengelola kolam yang memiliki kebijaksanaan dan pengetahuan tentang pola memelihara dan mengembangkan kolam. bukanya golongan tukang pancing yang kemudian mengelola kolam karena sekali lagi kolam ini sangat spesifik dan bukan kolam pancing.

Butuh strategi pintar untuk menjaring masyarakat baru, bukan hanya mengandalkan luapan banjir yang membawa ikan-ikan kecil baru, kita tidak layak menunggu karena kita bisa berbuat sesuatu, untuk menghasilkan sesuatu yang besar ada kalanya di mulai dari sesuatu yang ekstrim yaitu memperbaiki sistem kolam atau segera mengalirkan air yang membawa lumut dan plankton-plankton baru sebagai nutrisi. Masyarakat kolam selalu ingin berubah.***




Lanjut......

Bayangan di Balik Pakeliran

Refleksi: Theater jawa klasik ini sekarang hanya menjadi bahan pelarian, ketika muncul sebuah peristiwa, lantas dihubungkan dengan dunia wayang: siapa dalangnya, atau ketika kita sedang dalam posisi terjepit dengan mudah kita mengatakan: “semua ada yang mengaturnya, kita tinggal menjalaninya, ketika dibutuhkan kita akan dicari dan sebaliknya ketika tidak dibutuhkan kita bakal di lempar kekothak paling bawah, yaa,… seperti wayang itu”. Kalau sudah demikian mengapa tidak berupaya untuk menjadi orang yang selalu di butuhkan lingkungan sekitar kita .

Wayang kayon di gelar tanpa penonton
Dalam iringan nada yang monoton
Aku beranjak, mengikuti lakon
Aku ksatria!!!
Di dadaku ada rahwana
Yang bermata kuyu karena cinta
Degup takutku, kuni
Otakku guru, sarafku durna, darahku kuru
Birahiku janaka, sombongku duryudana
Aku ksatria!!!
Sederet kisah dan lakon dalam peti hatiku
(lly:2000)

Kesenian wayang pada awalnya merupakan konsep kesenian masyarakat feodal yang berkembang di lingkungan keluarga keraton, meskipun saat ini juga menjadi tontonan rakyat jelata, dan pernah menjadi sebuah kesenian yang mampu menyedot animo masyarakat karena kesenian ini kaya akan cerita falsafah hidup, bahkan sebagian masyarakat jawa beranggapan wayang merupakan gambaran komplit dalam kehidupan sehari hari.
Dalam wayang seolah-olah orang jawa tidak hanya berhadapan dengan teori-teori umum tentang manusia, melainkan model-model hidup dan kelakuan manusia digambarkan secara konkrit sebagai refleksi kehidupan sehari-hari. Pada hakekatnya seni pewayangan mengandung konsepsi yang dapat dipakai sebagai pedoman sikap dan perbuatan dari kelompok sosial tetentu.
Kesepahaman ini tersusun menjadi nilai-nilai budaya yang tersirat dan tergambar dalam alur ceritanya, baik dalam sikap pandangan terhadap hakekat hidup, asal dan tujuan hidup, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan lingkungannya serta hubungan manusia dengan manusia lain.
Selain sebagai alat komunikasi yang ampuh serta sarana memahami kehidupan, wayang, bagi orang jawa merupakan simbolisme pandangan-pandangan hidupnya dalam setiap ruang gerak kehidupan di dunia yang tertuang dalam dialog disepanjang alur cerita yang ditampilkan. Tidak mengherankan kalau sampai sekarang masih banyak masyarakat jawa begitu tergetar hati nya ketika menyaksikan pagelaran wayang dan berharap akan selalu bisa uri-uri atau melestarikan seni budaya adi luhung masyarakat jawa.
Dalam pagelaran wayang juga terdapat dua fase yang memisahkan cerita wayang, yakni kisah cerita ramayana dan mahabarata yang berasal dari India. Tapi dari cerita-cerita tersebut meskipun berbeda tokoh dan tempat kejadian ternyata masih memiliki kesamaan falsafah hidup yang di sampaikan Ki dalang kepada para penontonnya. Kisah Ramayana menampilkan cerita perjalanan Sri Rama yang sedang berburu diiringi istrinya yang cantik dewi Sinta bersama adiknya Lesmana, tetapi karena keangkaramurkaan Rahwana, dewi Sinta di culik ketika Sri Rama sedang memburu kijang kencana jelmaan. Kisah peperangan antara Sri Rama dan Prabu Rahwana juga menampilkan banyak intrik yang menarik dan mengajarkan kepada para penonton tentang sebuah arti kesetiaan. Cerita wayang selalu di penuhi kisah-kisah tauladan tuntunan hidup oleh para ksatria yang memerangi kejahatan, dimana akhirnya kebaikan budi selalu mengalahkan kejahatan.
Begitu pun dengan kisah Mahabarata, merupakan kisah perseteruan keluarga Kuru, yaitu anak-anak Prabu Dhestarata yang berjumlah seratus dan berbentuk setengah raksasa atau disebut Kurawa berebut kekuasaan dengan Pandawa Lima keturunan Prabu Pandu Dewanata yang juga adik dari Prabu Destarata yang buta. Perseteruan dua keturunan ini berakhir dengan perang Bharatayuda di padang Kuru Setra. Lagi-lagi intrik keluarga raja juga ditampilkan dalam kisah ini, tetapi sekali lagi kisah ini juga berakhir dengan kemenangan para pejuang kebaikan, tiada lain adalah keluarga Pandawa.
Menariknya lagi, ternyata meskipun kejahatan tersebut juga timbul dari ulah para dewa sekalipun pada akhirnya masih ada satu kekuatan tertingi yang akan mengalahkannya. Kekuatan tertinggi dalam jagad pakeliran tersebut adalah Sang Hyang Wekas atau Sang Hyang Wenang, meskipun tidak digambarkan dalam bentuk nyata sebagaimana tokoh wayang yang lainnya. Ini juga menjadi semacam bukti bahwa seni wayang juga mengakui adanya sebuah kekuatan yang menjaga kebenaran dengan hakiki.***

Cukup beralasan jika kesenian wayang dikatakan sebagai jenis kesenian yang kompleks terdiri dari gabungan berbagai macam aliran seni, mulai seni tatah sungging (seni rupa), seni musik (karena tentunya dalam pagelaran wayang juga di iringi musik gamelan: alat musik jawa yang menghasilkan bunyi pentatonik seperti halnya, bonang, kendang, slendro, rebab dan alat musik lainnya sehingga menghasilkan kesatuan bunyi seperti yang di harapkan dalam setiap pementasan. Sementara itu seorang dalang juga tampil menjadi seorang wiraswara sekaligus menjadi pusat pertunjukan yang menuturkan lakon cerita (antawacana) dalam lakon yang dimainkan. Tentunya juga di iringi para niaga (penabuh gamelan) dan beberapa pesinden ( yang membawakan langgam-langgam jawa pengiring pagelaran wayang). Sementara itu seorang dalang adalah seniman komplet karena selain menjadi konduktor dari para penabuh gamelan seorang dalang juga sekaligus sutradara dan juga pemain utama dan merupakan tokoh yang menggerakkan wayangnya, juga mendialogkan masing-masing tokoh wayang, melawak, bahkan melantunkan ajaran kerohanian. Seringkali cerita wayang berisi ajaran kerohanian ataupun pertunjukkannya berkaitan dengan suatu upacara keagamaan, maka seorang dalang dianggap memiliki kemampuan kesucian bathin yang tinggi. Bahkan sebelum menjadi dalang, seseorang harus belajar dalam berbagai tahapan yang njelimet untuk berlatih olah spiritual. Dalang merupakan jembatan komunikasi antara alam nyata dan alam maya. Seorang dalang juga menjadi komunikator, spiritualis, atau juga orang yang dianggap memiliki kebijakan dan kemampuan supra lainnya dan tentu saja yang terpenting seorang dalang adalah seniman yang komplet dan serba bisa.

Masa kejayaan wayang telah pudar, tidak banyak lagi generasi yang antusias untuk menyimak pertunjukan wayang kulit, apalagi bila digelar sepanjang malam. Bahkan untuk sekedar mengetahui tokoh-tokoh wayang pun generasi sekarang seakan kesulitan untuk menyebutnya. Apalagi dengan semakin banyaknya tontonan modern yang dapat di dapat dengan murah pagelaran wayang kulit seakan tak menarik lagi. Di masa kejayaanya, wayang kulit kerap di tampilkan dalam acara hajatan pernikahan ataupun acara-acara sakral lainnya, namun sekarang sangat jarang terdengar lakon ruwat murwokolo di pentaskan dalam acara ruwatan yang tentunya masih menjadi kepercayaan sebagian orang jawa, begitu juga dengan pementasan lakon Antarejo rabi atau sayembara dewi mahendra diacara pernikahan.



Lanjut......

Gratis kotak @ ShoutMix
 

PILIHAN UTAMA