PILIHAN UTAMA

Saturday, August 25, 2007

fabel:TENTANG KATAK DITEPI KOLAM YANG HAMPIR KERING

buat anak-anak himm.....
Pertengahan tahun, saat musim kemarau mulai tiba. kondisi yang menuntut untuk benar-benar terjadi perubahan. karena sebenarnya keadaan di sekitar kita telah mulai menampakan perubahan; kolam memang masih penuh air waktu itu. namun sekarang jelas berbeda dengan keadaan kolam tiga bulan lalu. belum lagi munculnya rivalitas sesama penghuni kolam untuk bisa bersaing dan bertahan serta menikmati segarnya air kolam atau kondisi yang lebih keras yaitu dengan keadaan di luar kolam.


Hampir semua masyarakat kolam ini mulai berbicara tentang perubahan, perubahan menurut esensi dan kepentingan masing-masing malahan. bukannya perubahan yang menyangkut keseluruhan hidup masyarakat kolam ini, bagaimana seluruh lapisan masyarakat bisa bertahan hidup dengan lestari di musim kemarau yang tentu saja pasti menyebabkan dasar kolam nampak seperti tanah lapang. atau mulai menyikapi bagaimana semestinya mempertahankan air kolam ini agar tidak cepat menguap di saat kemarau tiba, sehingga menjelang musim penghujan air masih bertahan di kolam. sayangnya sampai kondisi air kolam ini hanya tinggal untuk sebulan kedepanpun belum ada yang berpikir bagaimana seharusnya, apa perlu dasar kolam di lapisi beton untuk mengurangi resapan air, atau mungkin mengaliri kolam dengan air melalui pipa, atau lebih gila lagi dengan mengusulkan agar kolam ini di tutup semacam fiber untuk mengurangi penguapan.

Belum ada ide-ide senakal itu, yang ada hanya berebut dan membentuk eksklusivisme yang sempit. Tidak menyalahkan masyarakat kolam ini, bila semuanya terkesan pasrah pada kondisi yang ada atau cenderung berpikir semua pasti berubah tergantung siklus yang berputar. lebih ekstrim, malah bersifat apatis terhadap semua isu tentang perubahan atau sebagian malah berpikir mulai terpinggirkan arus perubahan.

Intinya semua harus ambil bagian dalam alih strategi atau alih posisi sekalipun, harus ada yang rela menjadi "agen of change". Paling tidak harus ada panutan yang akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Dan panutan itu tiada lain adalah diri kita masing-masing. Kolam yang telah tersekat-sekat, nyamuk-nyamuk petualang hanya berdengung di balik rerimbunan pohon, tidak pernah berani benar-benar menggigit, masyarakat kepiting hanya menyeringai dengan capitnya yang mungkin sudah tidak tajam lagi atau masyarakat belalang yang hanya berani mengintip dari balik rumput, juga masyarakat ikan sepat yang hanya berlenggak lenggok memuja keindahan tubuhnya. meskipun sebenarnya semua sadar telah kehilangan, ketika di kolam ini sudah tidak bisa lagi untuk sekedar bercengkerama dan bertukar pikiran dengan mujair atau lele, mereka semua telah tergusur oleh sebuah perubahan yang di sengaja dan di gantikan ikan-ikan kecil yang tak pernah besar="gathul".

Harus ada yang berani merubahnya kembali, menjaga air kolam agar tetap jernih dan tidak cepat mengering, atau mulai menabur benih lele atau nila merah atau bahkan koi agar kewibawaan kolam ini kembali di perhitungkan komunitas kolam lain. karena sebetulnya di sini bukanlah sebuah kolam pancing yang sengaja di tabur ikan yang sudah gemuk dan kenyang sehingga para pemancing harus merogoh sedemikian banyak koceknya untuk membayar waktu yang telah di habiskan duduk di tepi kolam dan pulang tanpa membawa apa-apa. Dikolam ini semua belajar berenang, belajar bernyanyi, belajar menulis dan belajar menari, belajar melihat dan belajar berbicara sesuai keadaan yang di lihatnya. Tragisnya, kolam kita sudah hampir kering dan tidak segar lagi, model kolam kita juga butuh pembaharuan(bukan berarti para penghuni kolam sekarang mulai sok-sokan dan "kemenyek"), perlu sarana dan prasarana yang memadai atau sangat di perlukan para pengelola kolam yang memiliki kebijaksanaan dan pengetahuan tentang pola memelihara dan mengembangkan kolam. bukanya golongan tukang pancing yang kemudian mengelola kolam karena sekali lagi kolam ini sangat spesifik dan bukan kolam pancing.

Butuh strategi pintar untuk menjaring masyarakat baru, bukan hanya mengandalkan luapan banjir yang membawa ikan-ikan kecil baru, kita tidak layak menunggu karena kita bisa berbuat sesuatu, untuk menghasilkan sesuatu yang besar ada kalanya di mulai dari sesuatu yang ekstrim yaitu memperbaiki sistem kolam atau segera mengalirkan air yang membawa lumut dan plankton-plankton baru sebagai nutrisi. Masyarakat kolam selalu ingin berubah.***




Lanjut......

Bayangan di Balik Pakeliran

Refleksi: Theater jawa klasik ini sekarang hanya menjadi bahan pelarian, ketika muncul sebuah peristiwa, lantas dihubungkan dengan dunia wayang: siapa dalangnya, atau ketika kita sedang dalam posisi terjepit dengan mudah kita mengatakan: “semua ada yang mengaturnya, kita tinggal menjalaninya, ketika dibutuhkan kita akan dicari dan sebaliknya ketika tidak dibutuhkan kita bakal di lempar kekothak paling bawah, yaa,… seperti wayang itu”. Kalau sudah demikian mengapa tidak berupaya untuk menjadi orang yang selalu di butuhkan lingkungan sekitar kita .

Wayang kayon di gelar tanpa penonton
Dalam iringan nada yang monoton
Aku beranjak, mengikuti lakon
Aku ksatria!!!
Di dadaku ada rahwana
Yang bermata kuyu karena cinta
Degup takutku, kuni
Otakku guru, sarafku durna, darahku kuru
Birahiku janaka, sombongku duryudana
Aku ksatria!!!
Sederet kisah dan lakon dalam peti hatiku
(lly:2000)

Kesenian wayang pada awalnya merupakan konsep kesenian masyarakat feodal yang berkembang di lingkungan keluarga keraton, meskipun saat ini juga menjadi tontonan rakyat jelata, dan pernah menjadi sebuah kesenian yang mampu menyedot animo masyarakat karena kesenian ini kaya akan cerita falsafah hidup, bahkan sebagian masyarakat jawa beranggapan wayang merupakan gambaran komplit dalam kehidupan sehari hari.
Dalam wayang seolah-olah orang jawa tidak hanya berhadapan dengan teori-teori umum tentang manusia, melainkan model-model hidup dan kelakuan manusia digambarkan secara konkrit sebagai refleksi kehidupan sehari-hari. Pada hakekatnya seni pewayangan mengandung konsepsi yang dapat dipakai sebagai pedoman sikap dan perbuatan dari kelompok sosial tetentu.
Kesepahaman ini tersusun menjadi nilai-nilai budaya yang tersirat dan tergambar dalam alur ceritanya, baik dalam sikap pandangan terhadap hakekat hidup, asal dan tujuan hidup, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan lingkungannya serta hubungan manusia dengan manusia lain.
Selain sebagai alat komunikasi yang ampuh serta sarana memahami kehidupan, wayang, bagi orang jawa merupakan simbolisme pandangan-pandangan hidupnya dalam setiap ruang gerak kehidupan di dunia yang tertuang dalam dialog disepanjang alur cerita yang ditampilkan. Tidak mengherankan kalau sampai sekarang masih banyak masyarakat jawa begitu tergetar hati nya ketika menyaksikan pagelaran wayang dan berharap akan selalu bisa uri-uri atau melestarikan seni budaya adi luhung masyarakat jawa.
Dalam pagelaran wayang juga terdapat dua fase yang memisahkan cerita wayang, yakni kisah cerita ramayana dan mahabarata yang berasal dari India. Tapi dari cerita-cerita tersebut meskipun berbeda tokoh dan tempat kejadian ternyata masih memiliki kesamaan falsafah hidup yang di sampaikan Ki dalang kepada para penontonnya. Kisah Ramayana menampilkan cerita perjalanan Sri Rama yang sedang berburu diiringi istrinya yang cantik dewi Sinta bersama adiknya Lesmana, tetapi karena keangkaramurkaan Rahwana, dewi Sinta di culik ketika Sri Rama sedang memburu kijang kencana jelmaan. Kisah peperangan antara Sri Rama dan Prabu Rahwana juga menampilkan banyak intrik yang menarik dan mengajarkan kepada para penonton tentang sebuah arti kesetiaan. Cerita wayang selalu di penuhi kisah-kisah tauladan tuntunan hidup oleh para ksatria yang memerangi kejahatan, dimana akhirnya kebaikan budi selalu mengalahkan kejahatan.
Begitu pun dengan kisah Mahabarata, merupakan kisah perseteruan keluarga Kuru, yaitu anak-anak Prabu Dhestarata yang berjumlah seratus dan berbentuk setengah raksasa atau disebut Kurawa berebut kekuasaan dengan Pandawa Lima keturunan Prabu Pandu Dewanata yang juga adik dari Prabu Destarata yang buta. Perseteruan dua keturunan ini berakhir dengan perang Bharatayuda di padang Kuru Setra. Lagi-lagi intrik keluarga raja juga ditampilkan dalam kisah ini, tetapi sekali lagi kisah ini juga berakhir dengan kemenangan para pejuang kebaikan, tiada lain adalah keluarga Pandawa.
Menariknya lagi, ternyata meskipun kejahatan tersebut juga timbul dari ulah para dewa sekalipun pada akhirnya masih ada satu kekuatan tertingi yang akan mengalahkannya. Kekuatan tertinggi dalam jagad pakeliran tersebut adalah Sang Hyang Wekas atau Sang Hyang Wenang, meskipun tidak digambarkan dalam bentuk nyata sebagaimana tokoh wayang yang lainnya. Ini juga menjadi semacam bukti bahwa seni wayang juga mengakui adanya sebuah kekuatan yang menjaga kebenaran dengan hakiki.***

Cukup beralasan jika kesenian wayang dikatakan sebagai jenis kesenian yang kompleks terdiri dari gabungan berbagai macam aliran seni, mulai seni tatah sungging (seni rupa), seni musik (karena tentunya dalam pagelaran wayang juga di iringi musik gamelan: alat musik jawa yang menghasilkan bunyi pentatonik seperti halnya, bonang, kendang, slendro, rebab dan alat musik lainnya sehingga menghasilkan kesatuan bunyi seperti yang di harapkan dalam setiap pementasan. Sementara itu seorang dalang juga tampil menjadi seorang wiraswara sekaligus menjadi pusat pertunjukan yang menuturkan lakon cerita (antawacana) dalam lakon yang dimainkan. Tentunya juga di iringi para niaga (penabuh gamelan) dan beberapa pesinden ( yang membawakan langgam-langgam jawa pengiring pagelaran wayang). Sementara itu seorang dalang adalah seniman komplet karena selain menjadi konduktor dari para penabuh gamelan seorang dalang juga sekaligus sutradara dan juga pemain utama dan merupakan tokoh yang menggerakkan wayangnya, juga mendialogkan masing-masing tokoh wayang, melawak, bahkan melantunkan ajaran kerohanian. Seringkali cerita wayang berisi ajaran kerohanian ataupun pertunjukkannya berkaitan dengan suatu upacara keagamaan, maka seorang dalang dianggap memiliki kemampuan kesucian bathin yang tinggi. Bahkan sebelum menjadi dalang, seseorang harus belajar dalam berbagai tahapan yang njelimet untuk berlatih olah spiritual. Dalang merupakan jembatan komunikasi antara alam nyata dan alam maya. Seorang dalang juga menjadi komunikator, spiritualis, atau juga orang yang dianggap memiliki kebijakan dan kemampuan supra lainnya dan tentu saja yang terpenting seorang dalang adalah seniman yang komplet dan serba bisa.

Masa kejayaan wayang telah pudar, tidak banyak lagi generasi yang antusias untuk menyimak pertunjukan wayang kulit, apalagi bila digelar sepanjang malam. Bahkan untuk sekedar mengetahui tokoh-tokoh wayang pun generasi sekarang seakan kesulitan untuk menyebutnya. Apalagi dengan semakin banyaknya tontonan modern yang dapat di dapat dengan murah pagelaran wayang kulit seakan tak menarik lagi. Di masa kejayaanya, wayang kulit kerap di tampilkan dalam acara hajatan pernikahan ataupun acara-acara sakral lainnya, namun sekarang sangat jarang terdengar lakon ruwat murwokolo di pentaskan dalam acara ruwatan yang tentunya masih menjadi kepercayaan sebagian orang jawa, begitu juga dengan pementasan lakon Antarejo rabi atau sayembara dewi mahendra diacara pernikahan.



Lanjut......

Monday, May 28, 2007

CHIEVO DEGRADASI

Dari arena seri A italia penentuan nasib tim yang melengkapi ke zona degradasi benar-benar di tentukan partai Catania versus Chievo. Pertandiangan yang di gelar di tempat netral ini berkesudahan 2-0 untuk kemenangan catania. Dua gol kemenangan catania di ciptakan rosini di menit 66 dan gol dari minelli dimenit 80.
-----------------------------------


Tentu saja dari kekalahan tadi malam Chievo harus rela terhempas ke seri B musim depan menemani Ascoli dan Mesina yang sudah terlebih dulu terlempar kejurang degradasi musim depan. Sedangkan catania sendiri finis di urutan 13 dengan 41 angka. Di bawahnya ada Reggina dengan 40 angka setelah tadi malam di pertandingan terakhirnya Reginna mendapat tiga angka pasca mengalahkan Milan dengan skor 2-0. Begitu juga dengan Siena, Cagliari dan Torino akhirnya finis dengan 40 angka.

Parma yang sebelumnya sempat tertatih tatih untuk menghindar zona degradasi justru bernasib lebih baik, dengan total 42 poin pasukan Claudio Ranieri finis di urutan 12 klasemeen akhir seri A italia musim kompetisi 2007*





Lanjut......

SEVILLA RAMAIKAN BURSA JUARA

Pekan 36 Spanis Primera Liga, Sevilla kembali meramaikan bursa kandidat juara liga Spanyol. Dini hari tadi (28 Mei 2007) Sevilla mengikuti jalur kemenangan yang sudah di raih Real madrid dan Barcelona kemarin. Saat ini pasukan Juande Ramos ini masih tetap berada di peringkat ketiga klasemen dengan mengumpulkan 70 angka atau hanya selisih dua angka dengan Real Madrid dan Barcelona di peringkat satu dan dua. Sementara itu persaingan di laliga Spanyol tinggal menyisakan dua pertandingan lagi.


Berlaga di Ramon Sanches Pizjuan, tuan rumah Sevilla yang berambisi dapat meraih tiga poin, langsung menggempur lini pertahanan Real Zaragosa. Gemuruh sorak Sevilista, pendukung Sevilla pun pecah di menit 27 ketika sebuah gol dari Luis Fabiano merobek gawang Real Zaragaosa. Dengan sempurna Sevilla mengakhiri babak pertamanya dengan dominasi serangan.

Sementara itu di babak kedua, tepatnya di menit 54 sebuah kesempatan Sevilla untuk segera menyudahi perlawanan Real Zaragosa yang selalu merepotkannya harus terbuang sia-sia. Berawal dari penetrasi Luis Fabiano yang dijatuhkan bek Zaragosa di kotak penalti, wasitpun mengganjarnya dengan hukuman tendangan penalti. Sayang sekali eksekusi Frederick Kanoute masih melambung di atas mistar gawang Zaragosa.

Dimenit 74 Sevilista yang memadati Ramon Sanches Pizjuan harus menahan napas ketika sebuah tendangan sudut Andres d'alesandro justru langsung berbelok kegawang Sevilla yang di jaga Andres Palop. Meskipun sebelumnya bola sempat menyentuh kepala rekannya. Nampaknya Palop tidak menyangka bola justru semakin tajam menukik kegawangny. Kedudukan mejadi satu-satu.

Perjuangan tanpa henti Sevilla juga kembali membuahkan hasil tepatnya di menit 74, diawali sebuah pergerakan alexander kherzakov yang terlepas dari perangkap offside, penyerang rusia ini langsung mengarahkan bola kesudut kanan gawang Cesar Sanches. Di akhir pertandingan perjuangan Real Zaragosa semakin sulit ketika Carlos Diogo terusir dari area pertandingan setelah menerima kartu kuning kedua. Di saat injury time, Frederick Kanoute seakan menebus kesalahannya. Penyerang Mali ini menutup kemenangan Sevilla setelah memaksimalkan umpan lambung dari Kerzakov. Pertandingan ini berakhir dengan skor 3-1. Saat ini Real Zaragosa masih tetap berada di peringkat kelima dengan 58 angka dan berhak ke arena Uefa musim depan*



Lanjut......

Tuesday, May 22, 2007

Manusia dan Lingkungan Stren Kali

Begitu penting arti lingkungan hidup bagi manusia di manapun. meskipun kenyataannya masalah lingkungan sering kali di abaikan.bahkan kenyataan yang terjadi justru selalu terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap lingkungan. Meskipun dari awalnya Tuhan menciptakan alam dan segala isinya memang untuk kehidupan manusia dan segala mahkluk ciptanNya, namun seiring sejalan dengan tuntutan persaingan, manusia yang keluar sebagai mahkluk pemenang justru seakan-akan memanfaatkan kesempatan itu untuk mengeruk sebesar-besarnya segala manfaat dari alam dan lingkungan sekitarnya.


Kesadaran inilah yang nampaknya telah menginspirasi hampir setiap negara di dunia untuk membentuk kementrian yang khusus mengurus lingkungan hidup. Perlahan-lahan segala upaya di lakukan oleh pemerintah untuk mengatur warganya dalam berperilaku terhadap lingkungan. Mulai dengan mempersiapkan hukum dan undang-undang tentang pemanfaatan hasil sumber daya alam hingga membuat aturan tegas berupa sanksi-sanksi terhadap para pelanggarnya. Namun semua itu nampaknya hanya sebagai lukisan yang tergantung di ruang makan saja.

Berbicara tentang kerusakan lingkungan, seringkali yang justru menjadi kambing hitamnya adalah masyarakat tradisional yang lahir dan tinggal di sekitar lingkungan itu sendiri. Sebagai contoh permasalahan yang terjadi pada masyarakat stren kali. mereka cenderung menjadi tertuduh, ketika air sungai menjadi kotor akibat banyaknya sampah rumah tangga. Padahal kalau mau di pikir ulang tidak semua sampah dan limbah yang mengalir kesungai akibat dari pembuangan sampah masyarakat stren kali.

Memang fakta yang ada, berdirinya gubuk-gubuk liar di pinggir sungai cukup menggangu keindahan kota. Bahkan juga sering menjadi pemicu munculnya permasalahan sosial lain, seperti munculnya tempat-tempat prostitusi liar murahan di sepanjang bantaran sungai.

Tapi yang juga harus di ingat apakah para pengusaha kita juga sudah mempunyai kesadaran dengan tidak membuang limbah industrinya ke sungai secara langsung? bukannya berburuk sangka. Tapi tentunya juga harus meningkatkan kewaspadaan kita, jangan-jangan secara diam-diam mereka mengalirkan limbahnya melalui pipa yang tertanam langsung ke sungai. Kalau itu benar terjadi berapa banyak pabrik dan berapa volume limbah yang menggelontor sungai? padahal hampir bisa di pastikan semua pabrik beroperasi dengan menggunakan bahan-bahan kimia.

Kembali kemasyarakat stren kali, sering kali kita mendengar upaya dari pemerintah untuk menertibkan gubuk-gubuk liar. Benarkah di tertibkan? rasanya yang ada kok mereka di gusur begitu saja, setelah itu di biarkan. Padahal kalau kita mau belajar lebih arif, bukankah akan lebih baik jika pemerintah daerah juga fokus pada pembangunan stren kali, artinya bukan menggusur namun mengatur. Dengan kata lain merubah kebijakan pemerintah sendiri untuk mendorong perubahan sikap pada masyarakat stren kali.

Perubahan tata kota yang bisa di lakukan salah satunya dengan memasang lampu penerangan di sepanjang bantaran sungai yang memungkinkan berdiri gubuk-gubuk liar, tentu akan dapat menurangi potensi masalah sosial. Supaya tidak terkesan liar tentu saja pemerintah daerah harus melegalkan rumah-rumah tersebut dengan satu syarat rumah yang didirikan di pinggir sungai harus menghadap kesungai bukannya seperti sekarang ini di mana rumah-rumah selalu membelakangi sungai hingga berpotensi menambah sampah sungai. Ini berkaitan dengan budaya masyarakat kita yang cenderung memandang sungai sebagai saluran pembuangan.

Disamping itu pemerintah daerah juga harus terus mengoptimalisasi pemanfaatan sungai sebagai sarana transportasi dan rekreasi. Sebuah pelajaran berharga dari masyarakat luarnegeri yang begitu sukses memanfaatkan sungai mulai sejak dulu. padahal kalau kita mau jujur justru kita mngalami kemunduran jika berkaca pada sejarah. Lada jaman mojopahit begitu dominan transportasi melalui sungai. Lebih gampang lagi ketika kita mendengar langgam keroncong ciptaan Sang Maestro Gesang dengan Bengawan Solo nya. betapa indah.





Lanjut......

Manusia dan Lingkungan Stren Kali

Begitu penting arti lingkungan hidup bagi manusia di manapun. meskipun kenyataannya masalah lingkungan sering kali di abaikan.bahkan kenyataan yang terjadi justru selalu terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap lingkungan. Meskipun dari awalnya Tuhan menciptakan alam dan segala isinya memang untuk kehidupan manusia dan segala mahkluk ciptanNya, namun seiring sejalan dengan tuntutan persaingan, manusia yang keluar sebagai mahkluk pemenang justru seakan-akan memanfaatkan kesempatan itu untuk mengeruk sebesar-besarnya segala manfaat dari alam dan lingkungan sekitarnya.


Kesadaran inilah yang nampaknya telah menginspirasi hampir setiap negara di dunia untuk membentuk kementrian yang khusus mengurus lingkungan hidup. Perlahan-lahan segala upaya di lakukan oleh pemerintah untuk mengatur warganya dalam berperilaku terhadap lingkungan. Mulai dengan mempersiapkan hukum dan undang-undang tentang pemanfaatan hasil sumber daya alam hingga membuat aturan tegas berupa sanksi-sanksi terhadap para pelanggarnya. Namun semua itu nampaknya hanya sebagai lukisan yang tergantung di ruang makan saja.

Berbicara tentang kerusakan lingkungan, seringkali yang justru menjadi kambing hitamnya adalah masyarakat tradisional yang lahir dan tinggal di sekitar lingkungan itu sendiri. Sebagai contoh permasalahan yang terjadi pada masyarakat stren kali. mereka cenderung menjadi tertuduh, ketika air sungai menjadi kotor akibat banyaknya sampah rumah tangga. Padahal kalau mau di pikir ulang tidak semua sampah dan limbah yang mengalir kesungai akibat dari pembuangan sampah masyarakat stren kali.

Memang fakta yang ada, berdirinya gubuk-gubuk liar di pinggir sungai cukup menggangu keindahan kota. Bahkan juga sering menjadi pemicu munculnya permasalahan sosial lain, seperti munculnya tempat-tempat prostitusi liar murahan di sepanjang bantaran sungai.

Tapi yang juga harus di ingat apakah para pengusaha kita juga sudah mempunyai kesadaran dengan tidak membuang limbah industrinya ke sungai secara langsung? bukannya berburuk sangka. Tapi tentunya juga harus meningkatkan kewaspadaan kita, jangan-jangan secara diam-diam mereka mengalirkan limbahnya melalui pipa yang tertanam langsung ke sungai. Kalau itu benar terjadi berapa banyak pabrik dan berapa volume limbah yang menggelontor sungai? padahal hampir bisa di pastikan semua pabrik beroperasi dengan menggunakan bahan-bahan kimia.

Kembali kemasyarakat stren kali, sering kali kita mendengar upaya dari pemerintah untuk menertibkan gubuk-gubuk liar. Benarkah di tertibkan? rasanya yang ada kok mereka di gusur begitu saja, setelah itu di biarkan. Padahal kalau kita mau belajar lebih arif, bukankah akan lebih baik jika pemerintah daerah juga fokus pada pembangunan stren kali, artinya bukan menggusur namun mengatur. Dengan kata lain merubah kebijakan pemerintah sendiri untuk mendorong perubahan sikap pada masyarakat stren kali.

Perubahan tata kota yang bisa di lakukan salah satunya dengan memasang lampu penerangan di sepanjang bantaran sungai yang memungkinkan berdiri gubuk-gubuk liar, tentu akan dapat menurangi potensi masalah sosial. Supaya tidak terkesan liar tentu saja pemerintah daerah harus melegalkan rumah-rumah tersebut dengan satu syarat rumah yang didirikan di pinggir sungai harus menghadap kesungai bukannya seperti sekarang ini di mana rumah-rumah selalu membelakangi sungai hingga berpotensi menambah sampah sungai. Ini berkaitan dengan budaya masyarakat kita yang cenderung memandang sungai sebagai saluran pembuangan.

Disamping itu pemerintah daerah juga harus terus mengoptimalisasi pemanfaatan sungai sebagai sarana transportasi dan rekreasi. Sebuah pelajaran berharga dari masyarakat luarnegeri yang begitu sukses memanfaatkan sungai mulai sejak dulu. padahal kalau kita mau jujur justru kita mngalami kemunduran jika berkaca pada sejarah. Lada jaman mojopahit begitu dominan transportasi melalui sungai. Lebih gampang lagi ketika kita mendengar langgam keroncong ciptaan Sang Maestro Gesang dengan Bengawan Solo nya. betapa indah.





Lanjut......

Monday, May 14, 2007

Pendidikan Anak Usia Dini Tanggung Jawab Siapa?

(sebuah potret pendidikan masyarakat marjinal)

Pendidikan anak usia dini perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak, baik dari keluarga, lingkungan maupun pemerintah. Karena bagaimanapun, masa kanak-kanak sangat berpengaruh pada proses tumbuh kembang karakter, kepribadian dan pertumbuhan jasmani si anak. Merujuk pada Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Anak Usia Dini (RPP PAUD) yang mengatur pendidikan usia dini salah satunya bertujuan untuk mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.

Tapi sayang dalam pelaksanaannya pendidikan anak sejak masih dalam kandungan sampai usia enam tahun ini, sering terabaikan. Banyak orang tua, justru menganggap pendidikan taman kanak-kanak (TK) tidak penting, faktor ekonomi, juga sering menjadi pembenar untuk tidak memasukan anak-anaknya di bangku TK. Sekolah-sekolah TK tersebut memang sudah banyak bertebaran di berbagai kawasan elit sampai kawasan kumuh. Dari yang berdana besar sampai yang menggunakan anggaran seadanya sehingga harus kembang kempis untuk membiayai operasionalnya. Sekolah-sekolah taman kanak-kanak tersebut di kelola swasta sebagai penyelenggaranya.

Dengan alasan tingginya biaya operasional, tidak sedikit pihak pengelola menetapkan uang SPP dengan mahal, dan sebagai kompensasinya pihak sekolah memberikan akses layanan pendidikan dengan standarisasi mutu sesuai dengan akreditasi, begitu juga dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai. Tentu adalah sebuah kewajaran. Namun ternyata ada juga sekolah yang masih berjalan dengan ala kadarnya.

Di tengah kepadatan penduduk, kawasan dukuh kupang barat, sebuah sekolah TK menempati balai RT berukuran 3x5meter yang terbuat dari gedhek. Siang itu Rabu 04/04/07, sebanyak 35 murid sedang belajar berhitung bersama ibu guru Rusiyah. Seperti sedang mengajari anaknya sendiri, perempuan berputra dua ini sesekali harus mendatangi meja murid-muridnya untuk membetulkan jari-jari tangan mungil yang dijadikan alat bantu untuk menghitung. Tak jarang juga perempuan asli Kebumen yang mengaku hanya lulusan SMEA ini harus berteriak di antara celoteh dan tangis murid-muridnya. Pekerjaan sosial ini telah dilakukan sejak empat tahun lalu bersama suaminya Sukirno(34 tahun).

Sukirno yang akrab dipanggil pak guru oleh warga sekitar ini sedang sibuk menambal ban motor. “ya, beginilah mas pekerjaan sampingan saya untuk makan sehari-hari, tadi ya ngajar, terus saya tinggal karena ada yang manggil untuk nambal ban ini, lumayan untuk kebutuhan sehari-hari”, begitulah Sukirno nyerocos mengawali pembicaraan. Menurutnya Ia dan istrinya lebih sering harus mengalah dengan tidak mengambil gaji dari sekolah yang di kelolanya, sehingga untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari di samping membuka usaha tambal ban di depan rumah petaknya, lelaki lulusan STM ini juga memberikan les privat kepada anak-anak tetangganya.

“Coba saja sampeyan hitung sendiri, dengan SPP Rp 12.500 per anak, perbulan kelihatannya memang besar, itu kalau bayar semua, lha kenyataannya sebulan yang bayar paling-paling sepuluh orang atau paling banter 15 orang, dikurangi biaya operasionalnya, habis mas, mau nagih ya gimana wong sama susahnya”, sambil tertawa lelaki asli Surabaya ini menceritakan sulitnya menanamkan tanggung jawab ke orang tua murid-muridnya yang rata-rata bekerja sebagai pemulung bahkan menurutnya, juga ada yang menunggak SPP sampai anaknya lulus maupun yang tidak mengambil ijazah.

Sementara ketika di singgung mengenai perkembangan anak asuhnya, pasangan suami istri ini mengaku bangga meskipun harus berada di tengah-tengah keterbatasannya. “ saya nggak malu ngelola sekolah ini, meskipun disini keadanya hanya begini, sebab ada juga beberapa mantan anak didik kami yang juga juara kelas di sekolah SD nya sekarang”.

Hanya saja, menurut Sukirno hampir tidak ada orang yang mau peduli dengan nasib keberadaan sekolahnya. Semuanya dikerjakan sendiri bersama istrinya, mulai dari mengurus yayasan, administrasi, mengajar semua di lakukan sendiri. “ibarat berjuang mas, tenaga, pikiran dan uang, itu kalau ada saya curahkan semuanya untuk ngurus sekolah ini sendirian saja. tetangga? siapa sih mas yang mau dengan sukarela kalau nggak ada duitnya, sampeyan tahu gimana warga sini sehari-harinya mereka hanya sibuk untuk berusaha memenuhi kebutuhannya”, begitulah sukirno menggambarkan keseharian para tetangga yang sekaligus menjadi orang tua murid-muridnya yang sehari-hari menempati rumah petak di tanah yayasan makam Dukuh Kupang.Ketika di singgung untuk mengajukan dana bantuan ke pemerintah pak guru Sukirno mengaku tidak tahu cara pengurusannya, apalagi status sekolah yang di kelolanya pun hanya sebatas ijin pemberitahuan ke kecamatan namun Sukirno juga mengaku bersyukur bahwa di tahun 2006 yang lalu dirinya mendapat insentif dari Diknas sebesar Rp 345.000 / 3 bulan. Namun tahun 2007 ini menurutnya masih dalam proses pengajuan ke Diknas***

Lanjut......

Cermin Retak Dari Dunia Pendidikan

Ketika masih duduk di sekolah dasar, saya begitu terkagum-kagum melihat beberapa mahasiswa yang sedang KKN di desa tempat tinggal saya. yang ada dalam bayangan pikiran saya waktu itu, mahasiswa adalah sosok orang pilihan yang bisa menyelesaikan berbagai persoalan dengan penalarannya yang cerdas. Mahasiswa adalah manusia super yang kenyang makan asam garam pendidikan sehingga bisa berlaku santun pada orang lain dan mampu membimbing adik-adiknya. Dan yang paling membuat saya senang setiap ada mahasiswa KKN kedesa saya adalah di hari terakhir yang bisa dipastikan selalu ada pemutaran layar tancap meskipun sering kali film yang diputar tentang KB dan semacamnya. Dan teman-teman saya pun kayaknya juga nggak peduli apapun film yang di putar, mau KB kek, mau tentang pertanian yang penting bisa nonton layar tancap. begitu juga dengan para orang tuanya, selalu tidak mau ketinggalan.

Waktu itu saya masih di kelas tiga SD, ada beberapa mahasiswa yang datang dan mengajar di kelas meskipun tidak lebih dari satu minggu, sebagian yang lain ada yang membantu di kelurahan atau memberikan penyuluhan pertanian ataupun kesehatan terutama mengenai pentingnya KB dan kesehatan lingkungan. Bahkan sempat juga dibuatkan generator listrik meskipun beberapa bulan kemudian ternyata sudah rusak dan tidak dapat difungsikan, padahal seingat saya itu adalah listrik pertama yang bisa dinikmati beberapa rumah di desa saya.

Saya selalu terpesona dengan penampilannya yang rapi dan kelihatan pintar, karena saya membayangkan mereka setidaknya telah duduk di bangku sekolah selama limabelas tahun, sebuah pengalaman yang tidak sedikit tentunya. Tapi bagaimana dengan sekarang, setelah secara pribadi juga merasakan sebagai orang yang pernah di sebut sebagai mahasiswa?. Setidaknya juga terjadi pergeseran, mahasiswa yang sering kali disebut sebagai masyarakat intelektual karena kemampuan nalarnya untuk meghadapi persoalan yang ada sekarang ini lebih nampak sebagai serombongan preman yang suka pamer kekuatan. Mungkin ada benarnya jika kuli batu yang bekerja keras dengan ototnya, karena semakin kuat dia akan semakin banyak rupiah yang dihasilkannya.

Cukup banyak kejadian yang bisa kita jadikan cerminan, ketika mahasiswa berlaku beringas di dalam kampus, main lempar dan main pukul hanya gara-gara tim sepakbolanya kalah dari fakultas lain atau kampus lain. atau ketika seorang pencuri tertangkap basah di kampus kemudian dikeroyok dan digebuki ramai-ramai, apakah ini gambaran dari sosok intelektual? sementara itu ruang gerak pihak kepolisian juga semakin sempit saat ada kaitan kejadian di kampus. Mahasiswa beranggapan masalah internal bisa di selesaikan sendiri tanpa melibatkan pihak kepolisian, terus bagaimana jika kejadian ini merembet menjadi kerusuhan atau membawa korban jiwa? apakah benar kampus menjadi kawasan ekslusif yang mempunyai pranata hukum sendiri.

Belum kering ingatan kita pada kejadian yang membawa korban di kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri(IPDN). Nyawa Clif Muntu melayang setelah menjadi bulan-bulanan para senior. Tentu saja kembali muncul tanggapan miring dari masyarakat yang di tujukan ke kampus yang dulu bernama APDN ini, terlebih lagi meninggalnya Clif bukan kejadian yang pertama.

Masyarakat, hanya bisa mengelus dada betapa sekolah pamong praja yang notabene lulusannya merupakan pegawai negeri sipil ini justru menerapkan pola pendidikan yang katanya pola militer. Padahal akademi militer sendiripun tidak mungkin menerapkan pola pembinaan kepada para siswanya dengan pesta pukulan, gebukan dan tendangan hanya untuk menerapkan kedisipilinan kepada para taruna. Kalau ini yang terjadi betapa menariknya untuk dicermati atau orang akan dengan mudah berasumsi bahwa para siswa atau praja tersebut tak ubahnya sekelompok orang bodoh yang tidak paham dengan aturan tertulis atau kata-kata dan baru bisa tunduk dan patuh setelah mendapat pukulan atau tendangan.

Awal bulan Mei kemarin kita juga dikejutkan dengan meninggalnya seorang siswa SD di Jakarta setelah dikeroyok tiga teman sekolahnya, satu diantaranya seorang gadis kecil. Mungkin banyak yang beranggapan ini hanya sebuah kecelakaan dari anak-anak yang belum balig dan belum mengerti akibat dari perbuatannya. kalau benar memang anggapan ini yang muncul, berarti juga bisa memunculkan pemikiran bahwa telah terjadi kecelakaan fatal pada dunia pendidikan kita.

Kecelakaan yang bisa saja terjadi ketika kita, orangtua, lingkungan masyarakat sekitar dan pihak sekolah telah lalai bahwa di sekitar kita ada anak-anak kecil yang selalu berkembang melalui proses imitasi. Hampir mirip juga dengan munculnya kasus smackdown di lingkungan anak-anak Sekolah Dasar beberapa waktu lalu yang juga membawa korban jiwa melayang dan luka-luka. Dari kasus ini juga banyak masyarakat yang berpikir bahwa kecelakaan ini disebabkan karena anak lebih banyak dijejali tayangan smackdown di televisi yang tidak terseleksi dan kurang pengawasan dari orang tua.

Sebelumnya kita bisa sedikit tenang dan berbangga, cukup lama kita tidak melihat atau mendengar berita tawuran antar pelajar. Meskipun juga sempat beberapa kali dikotori ulah guru yang menjadikan anak didik sebagai pelampiasan kejengkelannya dengan melakukan penganiayaan. Bertambah pandaikah anak didik setelah digampar kepalanya?, sebagai alasan pembenar si murid kelewat badung. Lho, bukankah itu sudah menjadi tugas guru untuk mengarahkan dan mengurangi kebadungan si murid? artinya tetap harus dengan cara-cara manusiawi yang sehat(tanpa pukulan, tanpa gamparan yang sifatnya lebih mengarah pada penganiayaan). Apakah kemudian guru menjadi puas setelah menyakiti murid-muridnya?

Masih di minggu pertama bulan Mei, ada kabar dari Makasar, sesama mahasiswa sebuah Sekolah Tinggi Agama Islam saling kejar, saling lempar dan baku pukul. tawuran ini dipicu penikaman salah seorang mahasiswa oleh sesama mahasiswa berbeda fakultas. Fasilitas kampus dirusak, kaca bertebaran. Kondisi sedikit berbeda terjadi di Sumatera utara kampus Universitas Islam Sumatera Utara juga bergolak. perang batu juga terjadi akibat perebutan tahta kekuasaan antara pengurus yayasan lama dengan pengurus baru. Kedua kubu bertikai tak lagi saling mengalah dan duduk satu meja untuk membicarakan permasalahan. satu kubu merekrut orang-orang yang ditugaskan untuk menjadi satuan pengaman sedangkan pihak lainnya bersama para pendukungnya menyerbu kekampus dan memaksa keluar di pagi buta. hasilnya bisa dibayangkan, kerusakan yang terjadi, mahasiswa lagi-lagi dirugikan tidak bisa mengikuti perkuliahan padahal pada hari kejadian mahasiswa sedang ujian tengah semester. Sementara ini kampus UISU diambil alih pengelolaanya oleh pemerintah pusat.

Max webber dalam teorinya menyatakan kekuatan seringkali digunakan untuk memperluas kekuasan. Mengaca pada kejadian di UISU tentunya pihak-pihak bertikai mencoba untuk memobilisasi pendukungnya demi mengamankan kekuasaan masing-masing. Tapi harus dingat "ini abad 21 BUNG, bukan juga perang di Palestina". Benarkah Kekerasan sudah menjadi budaya baru bagi bangsa kita? padahal dulu kita dikenal sebagai bangsa yang ramah dan beradat istiadat atau ini hanya sebuah mimpi? jika kenyataannya mahasiswa yang menjadi masyarakat intelek saja sering kali melakukan kekerasan seperti tawuran antar preman. Anda bisa bayangkan saeperti apa negeri ini jika 20 tahun kedepan bangsa kita masih dipimpin orang-orang hasil pendidikan model preman. Sedangkan saat ini kehidupan bangsa kita juga masih harus prihatin dengan hasil pendidikan korup yang sampai sekarangpun juga masih sulit disembuhkan.



Lanjut......

Gratis kotak @ ShoutMix
 

PILIHAN UTAMA