PILIHAN UTAMA

Monday, May 28, 2007

CHIEVO DEGRADASI

Dari arena seri A italia penentuan nasib tim yang melengkapi ke zona degradasi benar-benar di tentukan partai Catania versus Chievo. Pertandiangan yang di gelar di tempat netral ini berkesudahan 2-0 untuk kemenangan catania. Dua gol kemenangan catania di ciptakan rosini di menit 66 dan gol dari minelli dimenit 80.
-----------------------------------


Tentu saja dari kekalahan tadi malam Chievo harus rela terhempas ke seri B musim depan menemani Ascoli dan Mesina yang sudah terlebih dulu terlempar kejurang degradasi musim depan. Sedangkan catania sendiri finis di urutan 13 dengan 41 angka. Di bawahnya ada Reggina dengan 40 angka setelah tadi malam di pertandingan terakhirnya Reginna mendapat tiga angka pasca mengalahkan Milan dengan skor 2-0. Begitu juga dengan Siena, Cagliari dan Torino akhirnya finis dengan 40 angka.

Parma yang sebelumnya sempat tertatih tatih untuk menghindar zona degradasi justru bernasib lebih baik, dengan total 42 poin pasukan Claudio Ranieri finis di urutan 12 klasemeen akhir seri A italia musim kompetisi 2007*





Lanjut......

SEVILLA RAMAIKAN BURSA JUARA

Pekan 36 Spanis Primera Liga, Sevilla kembali meramaikan bursa kandidat juara liga Spanyol. Dini hari tadi (28 Mei 2007) Sevilla mengikuti jalur kemenangan yang sudah di raih Real madrid dan Barcelona kemarin. Saat ini pasukan Juande Ramos ini masih tetap berada di peringkat ketiga klasemen dengan mengumpulkan 70 angka atau hanya selisih dua angka dengan Real Madrid dan Barcelona di peringkat satu dan dua. Sementara itu persaingan di laliga Spanyol tinggal menyisakan dua pertandingan lagi.


Berlaga di Ramon Sanches Pizjuan, tuan rumah Sevilla yang berambisi dapat meraih tiga poin, langsung menggempur lini pertahanan Real Zaragosa. Gemuruh sorak Sevilista, pendukung Sevilla pun pecah di menit 27 ketika sebuah gol dari Luis Fabiano merobek gawang Real Zaragaosa. Dengan sempurna Sevilla mengakhiri babak pertamanya dengan dominasi serangan.

Sementara itu di babak kedua, tepatnya di menit 54 sebuah kesempatan Sevilla untuk segera menyudahi perlawanan Real Zaragosa yang selalu merepotkannya harus terbuang sia-sia. Berawal dari penetrasi Luis Fabiano yang dijatuhkan bek Zaragosa di kotak penalti, wasitpun mengganjarnya dengan hukuman tendangan penalti. Sayang sekali eksekusi Frederick Kanoute masih melambung di atas mistar gawang Zaragosa.

Dimenit 74 Sevilista yang memadati Ramon Sanches Pizjuan harus menahan napas ketika sebuah tendangan sudut Andres d'alesandro justru langsung berbelok kegawang Sevilla yang di jaga Andres Palop. Meskipun sebelumnya bola sempat menyentuh kepala rekannya. Nampaknya Palop tidak menyangka bola justru semakin tajam menukik kegawangny. Kedudukan mejadi satu-satu.

Perjuangan tanpa henti Sevilla juga kembali membuahkan hasil tepatnya di menit 74, diawali sebuah pergerakan alexander kherzakov yang terlepas dari perangkap offside, penyerang rusia ini langsung mengarahkan bola kesudut kanan gawang Cesar Sanches. Di akhir pertandingan perjuangan Real Zaragosa semakin sulit ketika Carlos Diogo terusir dari area pertandingan setelah menerima kartu kuning kedua. Di saat injury time, Frederick Kanoute seakan menebus kesalahannya. Penyerang Mali ini menutup kemenangan Sevilla setelah memaksimalkan umpan lambung dari Kerzakov. Pertandingan ini berakhir dengan skor 3-1. Saat ini Real Zaragosa masih tetap berada di peringkat kelima dengan 58 angka dan berhak ke arena Uefa musim depan*



Lanjut......

Tuesday, May 22, 2007

Manusia dan Lingkungan Stren Kali

Begitu penting arti lingkungan hidup bagi manusia di manapun. meskipun kenyataannya masalah lingkungan sering kali di abaikan.bahkan kenyataan yang terjadi justru selalu terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap lingkungan. Meskipun dari awalnya Tuhan menciptakan alam dan segala isinya memang untuk kehidupan manusia dan segala mahkluk ciptanNya, namun seiring sejalan dengan tuntutan persaingan, manusia yang keluar sebagai mahkluk pemenang justru seakan-akan memanfaatkan kesempatan itu untuk mengeruk sebesar-besarnya segala manfaat dari alam dan lingkungan sekitarnya.


Kesadaran inilah yang nampaknya telah menginspirasi hampir setiap negara di dunia untuk membentuk kementrian yang khusus mengurus lingkungan hidup. Perlahan-lahan segala upaya di lakukan oleh pemerintah untuk mengatur warganya dalam berperilaku terhadap lingkungan. Mulai dengan mempersiapkan hukum dan undang-undang tentang pemanfaatan hasil sumber daya alam hingga membuat aturan tegas berupa sanksi-sanksi terhadap para pelanggarnya. Namun semua itu nampaknya hanya sebagai lukisan yang tergantung di ruang makan saja.

Berbicara tentang kerusakan lingkungan, seringkali yang justru menjadi kambing hitamnya adalah masyarakat tradisional yang lahir dan tinggal di sekitar lingkungan itu sendiri. Sebagai contoh permasalahan yang terjadi pada masyarakat stren kali. mereka cenderung menjadi tertuduh, ketika air sungai menjadi kotor akibat banyaknya sampah rumah tangga. Padahal kalau mau di pikir ulang tidak semua sampah dan limbah yang mengalir kesungai akibat dari pembuangan sampah masyarakat stren kali.

Memang fakta yang ada, berdirinya gubuk-gubuk liar di pinggir sungai cukup menggangu keindahan kota. Bahkan juga sering menjadi pemicu munculnya permasalahan sosial lain, seperti munculnya tempat-tempat prostitusi liar murahan di sepanjang bantaran sungai.

Tapi yang juga harus di ingat apakah para pengusaha kita juga sudah mempunyai kesadaran dengan tidak membuang limbah industrinya ke sungai secara langsung? bukannya berburuk sangka. Tapi tentunya juga harus meningkatkan kewaspadaan kita, jangan-jangan secara diam-diam mereka mengalirkan limbahnya melalui pipa yang tertanam langsung ke sungai. Kalau itu benar terjadi berapa banyak pabrik dan berapa volume limbah yang menggelontor sungai? padahal hampir bisa di pastikan semua pabrik beroperasi dengan menggunakan bahan-bahan kimia.

Kembali kemasyarakat stren kali, sering kali kita mendengar upaya dari pemerintah untuk menertibkan gubuk-gubuk liar. Benarkah di tertibkan? rasanya yang ada kok mereka di gusur begitu saja, setelah itu di biarkan. Padahal kalau kita mau belajar lebih arif, bukankah akan lebih baik jika pemerintah daerah juga fokus pada pembangunan stren kali, artinya bukan menggusur namun mengatur. Dengan kata lain merubah kebijakan pemerintah sendiri untuk mendorong perubahan sikap pada masyarakat stren kali.

Perubahan tata kota yang bisa di lakukan salah satunya dengan memasang lampu penerangan di sepanjang bantaran sungai yang memungkinkan berdiri gubuk-gubuk liar, tentu akan dapat menurangi potensi masalah sosial. Supaya tidak terkesan liar tentu saja pemerintah daerah harus melegalkan rumah-rumah tersebut dengan satu syarat rumah yang didirikan di pinggir sungai harus menghadap kesungai bukannya seperti sekarang ini di mana rumah-rumah selalu membelakangi sungai hingga berpotensi menambah sampah sungai. Ini berkaitan dengan budaya masyarakat kita yang cenderung memandang sungai sebagai saluran pembuangan.

Disamping itu pemerintah daerah juga harus terus mengoptimalisasi pemanfaatan sungai sebagai sarana transportasi dan rekreasi. Sebuah pelajaran berharga dari masyarakat luarnegeri yang begitu sukses memanfaatkan sungai mulai sejak dulu. padahal kalau kita mau jujur justru kita mngalami kemunduran jika berkaca pada sejarah. Lada jaman mojopahit begitu dominan transportasi melalui sungai. Lebih gampang lagi ketika kita mendengar langgam keroncong ciptaan Sang Maestro Gesang dengan Bengawan Solo nya. betapa indah.





Lanjut......

Manusia dan Lingkungan Stren Kali

Begitu penting arti lingkungan hidup bagi manusia di manapun. meskipun kenyataannya masalah lingkungan sering kali di abaikan.bahkan kenyataan yang terjadi justru selalu terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap lingkungan. Meskipun dari awalnya Tuhan menciptakan alam dan segala isinya memang untuk kehidupan manusia dan segala mahkluk ciptanNya, namun seiring sejalan dengan tuntutan persaingan, manusia yang keluar sebagai mahkluk pemenang justru seakan-akan memanfaatkan kesempatan itu untuk mengeruk sebesar-besarnya segala manfaat dari alam dan lingkungan sekitarnya.


Kesadaran inilah yang nampaknya telah menginspirasi hampir setiap negara di dunia untuk membentuk kementrian yang khusus mengurus lingkungan hidup. Perlahan-lahan segala upaya di lakukan oleh pemerintah untuk mengatur warganya dalam berperilaku terhadap lingkungan. Mulai dengan mempersiapkan hukum dan undang-undang tentang pemanfaatan hasil sumber daya alam hingga membuat aturan tegas berupa sanksi-sanksi terhadap para pelanggarnya. Namun semua itu nampaknya hanya sebagai lukisan yang tergantung di ruang makan saja.

Berbicara tentang kerusakan lingkungan, seringkali yang justru menjadi kambing hitamnya adalah masyarakat tradisional yang lahir dan tinggal di sekitar lingkungan itu sendiri. Sebagai contoh permasalahan yang terjadi pada masyarakat stren kali. mereka cenderung menjadi tertuduh, ketika air sungai menjadi kotor akibat banyaknya sampah rumah tangga. Padahal kalau mau di pikir ulang tidak semua sampah dan limbah yang mengalir kesungai akibat dari pembuangan sampah masyarakat stren kali.

Memang fakta yang ada, berdirinya gubuk-gubuk liar di pinggir sungai cukup menggangu keindahan kota. Bahkan juga sering menjadi pemicu munculnya permasalahan sosial lain, seperti munculnya tempat-tempat prostitusi liar murahan di sepanjang bantaran sungai.

Tapi yang juga harus di ingat apakah para pengusaha kita juga sudah mempunyai kesadaran dengan tidak membuang limbah industrinya ke sungai secara langsung? bukannya berburuk sangka. Tapi tentunya juga harus meningkatkan kewaspadaan kita, jangan-jangan secara diam-diam mereka mengalirkan limbahnya melalui pipa yang tertanam langsung ke sungai. Kalau itu benar terjadi berapa banyak pabrik dan berapa volume limbah yang menggelontor sungai? padahal hampir bisa di pastikan semua pabrik beroperasi dengan menggunakan bahan-bahan kimia.

Kembali kemasyarakat stren kali, sering kali kita mendengar upaya dari pemerintah untuk menertibkan gubuk-gubuk liar. Benarkah di tertibkan? rasanya yang ada kok mereka di gusur begitu saja, setelah itu di biarkan. Padahal kalau kita mau belajar lebih arif, bukankah akan lebih baik jika pemerintah daerah juga fokus pada pembangunan stren kali, artinya bukan menggusur namun mengatur. Dengan kata lain merubah kebijakan pemerintah sendiri untuk mendorong perubahan sikap pada masyarakat stren kali.

Perubahan tata kota yang bisa di lakukan salah satunya dengan memasang lampu penerangan di sepanjang bantaran sungai yang memungkinkan berdiri gubuk-gubuk liar, tentu akan dapat menurangi potensi masalah sosial. Supaya tidak terkesan liar tentu saja pemerintah daerah harus melegalkan rumah-rumah tersebut dengan satu syarat rumah yang didirikan di pinggir sungai harus menghadap kesungai bukannya seperti sekarang ini di mana rumah-rumah selalu membelakangi sungai hingga berpotensi menambah sampah sungai. Ini berkaitan dengan budaya masyarakat kita yang cenderung memandang sungai sebagai saluran pembuangan.

Disamping itu pemerintah daerah juga harus terus mengoptimalisasi pemanfaatan sungai sebagai sarana transportasi dan rekreasi. Sebuah pelajaran berharga dari masyarakat luarnegeri yang begitu sukses memanfaatkan sungai mulai sejak dulu. padahal kalau kita mau jujur justru kita mngalami kemunduran jika berkaca pada sejarah. Lada jaman mojopahit begitu dominan transportasi melalui sungai. Lebih gampang lagi ketika kita mendengar langgam keroncong ciptaan Sang Maestro Gesang dengan Bengawan Solo nya. betapa indah.





Lanjut......

Monday, May 14, 2007

Pendidikan Anak Usia Dini Tanggung Jawab Siapa?

(sebuah potret pendidikan masyarakat marjinal)

Pendidikan anak usia dini perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak, baik dari keluarga, lingkungan maupun pemerintah. Karena bagaimanapun, masa kanak-kanak sangat berpengaruh pada proses tumbuh kembang karakter, kepribadian dan pertumbuhan jasmani si anak. Merujuk pada Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Anak Usia Dini (RPP PAUD) yang mengatur pendidikan usia dini salah satunya bertujuan untuk mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.

Tapi sayang dalam pelaksanaannya pendidikan anak sejak masih dalam kandungan sampai usia enam tahun ini, sering terabaikan. Banyak orang tua, justru menganggap pendidikan taman kanak-kanak (TK) tidak penting, faktor ekonomi, juga sering menjadi pembenar untuk tidak memasukan anak-anaknya di bangku TK. Sekolah-sekolah TK tersebut memang sudah banyak bertebaran di berbagai kawasan elit sampai kawasan kumuh. Dari yang berdana besar sampai yang menggunakan anggaran seadanya sehingga harus kembang kempis untuk membiayai operasionalnya. Sekolah-sekolah taman kanak-kanak tersebut di kelola swasta sebagai penyelenggaranya.

Dengan alasan tingginya biaya operasional, tidak sedikit pihak pengelola menetapkan uang SPP dengan mahal, dan sebagai kompensasinya pihak sekolah memberikan akses layanan pendidikan dengan standarisasi mutu sesuai dengan akreditasi, begitu juga dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai. Tentu adalah sebuah kewajaran. Namun ternyata ada juga sekolah yang masih berjalan dengan ala kadarnya.

Di tengah kepadatan penduduk, kawasan dukuh kupang barat, sebuah sekolah TK menempati balai RT berukuran 3x5meter yang terbuat dari gedhek. Siang itu Rabu 04/04/07, sebanyak 35 murid sedang belajar berhitung bersama ibu guru Rusiyah. Seperti sedang mengajari anaknya sendiri, perempuan berputra dua ini sesekali harus mendatangi meja murid-muridnya untuk membetulkan jari-jari tangan mungil yang dijadikan alat bantu untuk menghitung. Tak jarang juga perempuan asli Kebumen yang mengaku hanya lulusan SMEA ini harus berteriak di antara celoteh dan tangis murid-muridnya. Pekerjaan sosial ini telah dilakukan sejak empat tahun lalu bersama suaminya Sukirno(34 tahun).

Sukirno yang akrab dipanggil pak guru oleh warga sekitar ini sedang sibuk menambal ban motor. “ya, beginilah mas pekerjaan sampingan saya untuk makan sehari-hari, tadi ya ngajar, terus saya tinggal karena ada yang manggil untuk nambal ban ini, lumayan untuk kebutuhan sehari-hari”, begitulah Sukirno nyerocos mengawali pembicaraan. Menurutnya Ia dan istrinya lebih sering harus mengalah dengan tidak mengambil gaji dari sekolah yang di kelolanya, sehingga untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari di samping membuka usaha tambal ban di depan rumah petaknya, lelaki lulusan STM ini juga memberikan les privat kepada anak-anak tetangganya.

“Coba saja sampeyan hitung sendiri, dengan SPP Rp 12.500 per anak, perbulan kelihatannya memang besar, itu kalau bayar semua, lha kenyataannya sebulan yang bayar paling-paling sepuluh orang atau paling banter 15 orang, dikurangi biaya operasionalnya, habis mas, mau nagih ya gimana wong sama susahnya”, sambil tertawa lelaki asli Surabaya ini menceritakan sulitnya menanamkan tanggung jawab ke orang tua murid-muridnya yang rata-rata bekerja sebagai pemulung bahkan menurutnya, juga ada yang menunggak SPP sampai anaknya lulus maupun yang tidak mengambil ijazah.

Sementara ketika di singgung mengenai perkembangan anak asuhnya, pasangan suami istri ini mengaku bangga meskipun harus berada di tengah-tengah keterbatasannya. “ saya nggak malu ngelola sekolah ini, meskipun disini keadanya hanya begini, sebab ada juga beberapa mantan anak didik kami yang juga juara kelas di sekolah SD nya sekarang”.

Hanya saja, menurut Sukirno hampir tidak ada orang yang mau peduli dengan nasib keberadaan sekolahnya. Semuanya dikerjakan sendiri bersama istrinya, mulai dari mengurus yayasan, administrasi, mengajar semua di lakukan sendiri. “ibarat berjuang mas, tenaga, pikiran dan uang, itu kalau ada saya curahkan semuanya untuk ngurus sekolah ini sendirian saja. tetangga? siapa sih mas yang mau dengan sukarela kalau nggak ada duitnya, sampeyan tahu gimana warga sini sehari-harinya mereka hanya sibuk untuk berusaha memenuhi kebutuhannya”, begitulah sukirno menggambarkan keseharian para tetangga yang sekaligus menjadi orang tua murid-muridnya yang sehari-hari menempati rumah petak di tanah yayasan makam Dukuh Kupang.Ketika di singgung untuk mengajukan dana bantuan ke pemerintah pak guru Sukirno mengaku tidak tahu cara pengurusannya, apalagi status sekolah yang di kelolanya pun hanya sebatas ijin pemberitahuan ke kecamatan namun Sukirno juga mengaku bersyukur bahwa di tahun 2006 yang lalu dirinya mendapat insentif dari Diknas sebesar Rp 345.000 / 3 bulan. Namun tahun 2007 ini menurutnya masih dalam proses pengajuan ke Diknas***

Lanjut......

Cermin Retak Dari Dunia Pendidikan

Ketika masih duduk di sekolah dasar, saya begitu terkagum-kagum melihat beberapa mahasiswa yang sedang KKN di desa tempat tinggal saya. yang ada dalam bayangan pikiran saya waktu itu, mahasiswa adalah sosok orang pilihan yang bisa menyelesaikan berbagai persoalan dengan penalarannya yang cerdas. Mahasiswa adalah manusia super yang kenyang makan asam garam pendidikan sehingga bisa berlaku santun pada orang lain dan mampu membimbing adik-adiknya. Dan yang paling membuat saya senang setiap ada mahasiswa KKN kedesa saya adalah di hari terakhir yang bisa dipastikan selalu ada pemutaran layar tancap meskipun sering kali film yang diputar tentang KB dan semacamnya. Dan teman-teman saya pun kayaknya juga nggak peduli apapun film yang di putar, mau KB kek, mau tentang pertanian yang penting bisa nonton layar tancap. begitu juga dengan para orang tuanya, selalu tidak mau ketinggalan.

Waktu itu saya masih di kelas tiga SD, ada beberapa mahasiswa yang datang dan mengajar di kelas meskipun tidak lebih dari satu minggu, sebagian yang lain ada yang membantu di kelurahan atau memberikan penyuluhan pertanian ataupun kesehatan terutama mengenai pentingnya KB dan kesehatan lingkungan. Bahkan sempat juga dibuatkan generator listrik meskipun beberapa bulan kemudian ternyata sudah rusak dan tidak dapat difungsikan, padahal seingat saya itu adalah listrik pertama yang bisa dinikmati beberapa rumah di desa saya.

Saya selalu terpesona dengan penampilannya yang rapi dan kelihatan pintar, karena saya membayangkan mereka setidaknya telah duduk di bangku sekolah selama limabelas tahun, sebuah pengalaman yang tidak sedikit tentunya. Tapi bagaimana dengan sekarang, setelah secara pribadi juga merasakan sebagai orang yang pernah di sebut sebagai mahasiswa?. Setidaknya juga terjadi pergeseran, mahasiswa yang sering kali disebut sebagai masyarakat intelektual karena kemampuan nalarnya untuk meghadapi persoalan yang ada sekarang ini lebih nampak sebagai serombongan preman yang suka pamer kekuatan. Mungkin ada benarnya jika kuli batu yang bekerja keras dengan ototnya, karena semakin kuat dia akan semakin banyak rupiah yang dihasilkannya.

Cukup banyak kejadian yang bisa kita jadikan cerminan, ketika mahasiswa berlaku beringas di dalam kampus, main lempar dan main pukul hanya gara-gara tim sepakbolanya kalah dari fakultas lain atau kampus lain. atau ketika seorang pencuri tertangkap basah di kampus kemudian dikeroyok dan digebuki ramai-ramai, apakah ini gambaran dari sosok intelektual? sementara itu ruang gerak pihak kepolisian juga semakin sempit saat ada kaitan kejadian di kampus. Mahasiswa beranggapan masalah internal bisa di selesaikan sendiri tanpa melibatkan pihak kepolisian, terus bagaimana jika kejadian ini merembet menjadi kerusuhan atau membawa korban jiwa? apakah benar kampus menjadi kawasan ekslusif yang mempunyai pranata hukum sendiri.

Belum kering ingatan kita pada kejadian yang membawa korban di kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri(IPDN). Nyawa Clif Muntu melayang setelah menjadi bulan-bulanan para senior. Tentu saja kembali muncul tanggapan miring dari masyarakat yang di tujukan ke kampus yang dulu bernama APDN ini, terlebih lagi meninggalnya Clif bukan kejadian yang pertama.

Masyarakat, hanya bisa mengelus dada betapa sekolah pamong praja yang notabene lulusannya merupakan pegawai negeri sipil ini justru menerapkan pola pendidikan yang katanya pola militer. Padahal akademi militer sendiripun tidak mungkin menerapkan pola pembinaan kepada para siswanya dengan pesta pukulan, gebukan dan tendangan hanya untuk menerapkan kedisipilinan kepada para taruna. Kalau ini yang terjadi betapa menariknya untuk dicermati atau orang akan dengan mudah berasumsi bahwa para siswa atau praja tersebut tak ubahnya sekelompok orang bodoh yang tidak paham dengan aturan tertulis atau kata-kata dan baru bisa tunduk dan patuh setelah mendapat pukulan atau tendangan.

Awal bulan Mei kemarin kita juga dikejutkan dengan meninggalnya seorang siswa SD di Jakarta setelah dikeroyok tiga teman sekolahnya, satu diantaranya seorang gadis kecil. Mungkin banyak yang beranggapan ini hanya sebuah kecelakaan dari anak-anak yang belum balig dan belum mengerti akibat dari perbuatannya. kalau benar memang anggapan ini yang muncul, berarti juga bisa memunculkan pemikiran bahwa telah terjadi kecelakaan fatal pada dunia pendidikan kita.

Kecelakaan yang bisa saja terjadi ketika kita, orangtua, lingkungan masyarakat sekitar dan pihak sekolah telah lalai bahwa di sekitar kita ada anak-anak kecil yang selalu berkembang melalui proses imitasi. Hampir mirip juga dengan munculnya kasus smackdown di lingkungan anak-anak Sekolah Dasar beberapa waktu lalu yang juga membawa korban jiwa melayang dan luka-luka. Dari kasus ini juga banyak masyarakat yang berpikir bahwa kecelakaan ini disebabkan karena anak lebih banyak dijejali tayangan smackdown di televisi yang tidak terseleksi dan kurang pengawasan dari orang tua.

Sebelumnya kita bisa sedikit tenang dan berbangga, cukup lama kita tidak melihat atau mendengar berita tawuran antar pelajar. Meskipun juga sempat beberapa kali dikotori ulah guru yang menjadikan anak didik sebagai pelampiasan kejengkelannya dengan melakukan penganiayaan. Bertambah pandaikah anak didik setelah digampar kepalanya?, sebagai alasan pembenar si murid kelewat badung. Lho, bukankah itu sudah menjadi tugas guru untuk mengarahkan dan mengurangi kebadungan si murid? artinya tetap harus dengan cara-cara manusiawi yang sehat(tanpa pukulan, tanpa gamparan yang sifatnya lebih mengarah pada penganiayaan). Apakah kemudian guru menjadi puas setelah menyakiti murid-muridnya?

Masih di minggu pertama bulan Mei, ada kabar dari Makasar, sesama mahasiswa sebuah Sekolah Tinggi Agama Islam saling kejar, saling lempar dan baku pukul. tawuran ini dipicu penikaman salah seorang mahasiswa oleh sesama mahasiswa berbeda fakultas. Fasilitas kampus dirusak, kaca bertebaran. Kondisi sedikit berbeda terjadi di Sumatera utara kampus Universitas Islam Sumatera Utara juga bergolak. perang batu juga terjadi akibat perebutan tahta kekuasaan antara pengurus yayasan lama dengan pengurus baru. Kedua kubu bertikai tak lagi saling mengalah dan duduk satu meja untuk membicarakan permasalahan. satu kubu merekrut orang-orang yang ditugaskan untuk menjadi satuan pengaman sedangkan pihak lainnya bersama para pendukungnya menyerbu kekampus dan memaksa keluar di pagi buta. hasilnya bisa dibayangkan, kerusakan yang terjadi, mahasiswa lagi-lagi dirugikan tidak bisa mengikuti perkuliahan padahal pada hari kejadian mahasiswa sedang ujian tengah semester. Sementara ini kampus UISU diambil alih pengelolaanya oleh pemerintah pusat.

Max webber dalam teorinya menyatakan kekuatan seringkali digunakan untuk memperluas kekuasan. Mengaca pada kejadian di UISU tentunya pihak-pihak bertikai mencoba untuk memobilisasi pendukungnya demi mengamankan kekuasaan masing-masing. Tapi harus dingat "ini abad 21 BUNG, bukan juga perang di Palestina". Benarkah Kekerasan sudah menjadi budaya baru bagi bangsa kita? padahal dulu kita dikenal sebagai bangsa yang ramah dan beradat istiadat atau ini hanya sebuah mimpi? jika kenyataannya mahasiswa yang menjadi masyarakat intelek saja sering kali melakukan kekerasan seperti tawuran antar preman. Anda bisa bayangkan saeperti apa negeri ini jika 20 tahun kedepan bangsa kita masih dipimpin orang-orang hasil pendidikan model preman. Sedangkan saat ini kehidupan bangsa kita juga masih harus prihatin dengan hasil pendidikan korup yang sampai sekarangpun juga masih sulit disembuhkan.



Lanjut......

Gratis kotak @ ShoutMix
 

PILIHAN UTAMA